My Islamic Diaries: December 2010

cerita pengembaraan seorang insan


Monday, December 6, 2010

Setulus Cinta Nabi Muhammad

Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap, Rasulullah s.a.w. dengan suara terbatas memberikan kutbah.
"Wahai umatku, kita semua berada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al-Quran dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.
"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," keluh hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu.
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya.
Tetapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk. "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah,
Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggil Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega,matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan risau, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: "Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh Rasulullah ditarik. Seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengadu. Fatimah terpejam. Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi.
"Ya Allah, dahsyat sungguh maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali segera mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku (peliharalah solat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.)"
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii.. (Umatku, umatku, umatku).."
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai seperti Baginda mencintai kita? Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
Sahabat-sahabat muslim sekalian, marilah kita renungkan kembali pengorbanan Rasulullah kepada umatnya, betapanya cintanya Rasulullah kepada umatnya agar timbul kesedaran untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya, seperti Allah dan Rasulnya mencintai kita. Kerana sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka.
Pernahkah kita menangis untuk Rasulullah s.a.w? Sedangkan di akhir hayat baginda menangis kerana kita. Renungkanlah...
(∪ ◡ ∪) terima kasih sudi menjejak.moga dapat manfaat (∪ ◡ ∪)

Saturday, December 4, 2010

Layar Keinsafan

Layar Keinsafan
Sepi benar senja ini Bayunya semilir, menganak ombak kecil
Jalur ufuk pula mengemas terang Kapal dan layar terkapar
Mengapa nantikan senja Barukan terdetik, pulang ke pengkalan
Gusar malam menghampiriKu tewas di lautan Tuhan layarkanku ke arah cintaMu
Tuntuniku menggapai redhaMu Rimbunan kasihMu ku berteduh
KepadaMu ya Tuhan Berikan secebis keinsafan Bekalan sepanjang perjalanan
Mencari ketenanganBiar Kau menjadi saksi Tulus tangisku kala dini hari
Kesempatan yang hanya sebentar Moga keikhlasanku terlakar
Berikanlah ku hidayahAgar dikuatkan iman yang lemah Moga diberkati hidup ini
Menuju bahagia yang kekal abadi PadaMu TuhanKan kuserahkan cinta kepadaMuTuhan
layarkanku ke arah cintaMu Tuntuniku menggapai redhaMu
Rimbunan kasihMu ku berteduhKepadaMu yaTuhan secebis keinsafan
Bekalan sepanjang perjalanan Mencari ketenangan Biar Kau menjadi saksi
Tulus tangisku kala dini hari Kesempatan yang hanya
keikhlasanku keikhlasanku terlakar Berikanlah kuhidayah
Agar dikuatkan iman yang lemah
Moga diberkati hidup ini Menuju bahagia yang kekal abadi
Harapanku moga dikurniakanManisnya iman berpanjanganMoga lautan hilang gelora Rahmat Ujian
Dalam derita ada bahagia Dalam gembira mungkin terselit duka
Tak siapa tahu Tak siapa pinta ujian bertamu Bibir mudah mengucap sabar
Tapi hatilah yang remuk menderita Insan memandang Mempunyai berbagai tafsiran
Segala takdir Terimalah dengan hati yang terbuka Walau terseksa ada hikmahnya
Harus ada rasa bersyukur Di setiap kali ujian menjelmaItu
jelasnya membuktikan Allah mengasihimu setiap masa
Diuji tahap keimanan Sedangkan ramai terbiar dilalaikan
Hanya yang terpilih sahaja Antara berjuta mendapat rahmatNya
Allah rindu mendengarkan Rintihanmu berpanjangan
Bersyukurlah dan tabahlah menghadapi Segala takdir Terimalah dengan hati yang terbuka
Walau terseksa ada hikmahnya Allah rindu mendengarkan
Rintihanmu berpanjangan Bersyukurlah dan tabahlah menghadapi
Segala ujian diberiMaka bersyukurlah selalu


(∪ ◡ ∪) terima kasih sudi menjejak.moga dapat manfaat (∪ ◡ ∪)

©All Right Reserved MYISLAMICDIARIES.com